31 Mei 2009

Hidup ini bernama SEPAKBOLA

“Masalah rumput tidak usah dibesar-besarkan,” ujar seorang Presiden sebuah partai politik terkemuka. Pernyataan ini keluar saat Jakarta gempar akibat rusaknya lapangan stadion paling terhormat di Republik ini. Stadion yang pernah menggelar Asian Games, GANEFO, Sea Games, PON dan pernah mengundang decak kagum David Platt, gelandang tim nasional Inggris era awal 1990an “Bermain di stadion sebesar dan semegah ini, membuat saya merasa sangat bangga, pengalaman tak terhingga,” “Football is my religion, The Valley is my church!” tulis kaos berwarna merah milik saya itu, kaos yang saya beli tak jauh dari markas stadion Charlton Athletic yang bernama The Valley itu menggambarkan seperti apa arti stadion bagi para pencinta sepakbola. “Saya tahu persis bagaimana mengurus rumput, karena saya memiliki pengalaman tentang rumput,” ujar si Presiden tadi semakin menyebalkan banyak orang yang membaca komentarnya. Pemahamannya pada arti kata “sepakbola” sangat rendah dan mengecewakan banyak orang. “Sepakbola memperkenalkan kami pada dunia,”ujar Nenad Basovic seorang penulis asal Kroasia merujuk pada permainan yang telah melambungkan popularitas nama negara mereka di peta dunia. Kroasia adalah sebuah negara yang lahir di pertengahan era 90an, tak ada yang benar-benar tahu dimana letak negara itu kecuali para anggota pasukan keamanan PBB yang datang mengamankan perang saudara di kawasan itu. “Negeri kami terlalu kecil untuk bisa dikenali oleh warga dunia,” ujar Zvonimir Boban saat mereka berhasil menjadi juara ketiga Piala Dunia 1998 yang kemudian membuat nama negeri ini menjadi sangat dikenal. Sepakbola telah mengubah pendapat orang terhadap Kroasia, negara ini hanya berpopulasi 4,49 juta jiwa ini, jumlah yang tentu saja masih dibawah rata-rata jumlah penduduk tiap propinsi di Indonesia. Tapi, sepakbola telah membuat mereka jadi dikenal, bahkan kaos tim nasional kotak-kotak yang mereka banggakan biasa dilihat dipakai di jalan-jalan kota besar maupun kecil di Indonesia. Sebaliknya Indonesia, matinya prestasi tim nasional membuat kita seolah lenyap dari peta dunia. “Stadion Bung Karno itu stadion kebanggaan kita, stadion yang lapangannya dipakai buat main sepakbola, gak bisa dong seenak-enaknya aja diinjak-injak oleh massa partai politik,” ujar Ferry Indrasjarief, asisten manajer Persija. Tentu ia merasa kesal dan sangat dirugikan, tim yang dibinanya harus menerima kenyataan tidak bisa bermain di Jakarta. Kaki-kaki tak bermoral itu memang tidak hanya menginjak lapangan hijau di Stadion yang masih memegang rekor dunia jumlah penonton untuk level pertandingan amatir ini, tapi juga telah sukses merusak dan menghancurkannya. Sepakbola adalah permainan kelas pekerja, mereka yang tanpa sadar membutuhkan representasi diri. Jangan heran jika permainan ini selalu menjadi simbol identitas atau bahkan perlawanan. Lahirnya AC Milan adalah jawaban pada arogansi Inter Milan, munculnya Manchester United adalah penolakan terhadap klub pemerintah bernama Manchester City sampai munculnya Arema adalah jawaban terhadap ketidak puasan pada plat merah bernama Persema. “Persib adalah hargai diri saya dan jika harus menghitung untung dan rugi pada sebuah dukungan, maka dukungan itu menjadi tidak murni lagi,” tegas Ayi Beutik, Panglima Viking, kelompok supporter Persib Bandung yang bahkan memberi nama putra sulungnya dengan nama “Jayalah Persibku”. Ayi sama sekali tidak konyol, bagi saya ia adalah seorang patriot yang rela mengorbankan apa saja yang ia punya demi nama tim kesayangannya. Hal yang juga banyak dilakukan oleh banyak orang di belahan dunia lainnya. Jadi “Ini bukan cuma masalah rumput!” karena rumput yang hancur diinjak-injak oleh para partisan partai yang masih sangat bisa kita perdebatkan rasa cintanya pada partai yang bersangkutan itu bukan rumput di depan rumah Gubernur, rumput tetangga saya, rumput yang terletak di dekat sawah Pak Tani ataupun rumput rumah saya yang memang sudah botak. Para partisan musiman itu telah menghancurkan rumput Stadion Bung Karno yang tentu saja punya nilai sangat berbeda dengan rumput-rumput lainnya. “Dalam waktu dua atau tiga hari, rumput itu akan tumbuh sendiri, asal disiangi dengan benar,” ujar sang Presiden lagi. Benar jika kejadiannya terjadi di halaman rumah saya ataupun di dekat sawah Pak Tani tadi, tapi rumput lapangan sepakbola memiliki kondisi yang sangat jauh berbeda dan saya yakin saya tidak perlu menjelaskan bagaimana rumput di stadion-stadion di Amerika Serikat harus disiangi selama beberapa bulan dan bahkan diimport agar pelaksanaan Piala Dunia 1994 bisa berjalan dengan mulus. Rumput ini bukan sekedar urusan tanaman, tapi menyangkut harga diri sebuah bangsa. Jika Stadion Kanjuruhan adalah kebanggaan Aremania, Stadion Siliwangi adalah kebanggaan Bobotoh dan lain sebagainya, maka Bung Karno adalah kebanggaan Indonesia. Merusaknya sama saja melukai hati jutaan warga Indonesia yang rela menyanyikan lagu Indonesia Raya sepenuh hati tanpa paksaan sebelum tim nasional berlaga. “Mereka yang tidak mengerti sepakbola adalah mereka tanpa hati nurani,” jelas Johan Cruijjf legenda sepakbola asal Belanda. “Persib telah memberi saya segalanya,” tegas Ayi Beutik lagi. Segalanya yang bisa berarti jauh lebih berharga dari segala yang ia miliki di dunia ini. Lagi-lagi Ayi tidak sendirian, karena terlalu banyak sosok sepertinya yang menganggap bahwa sepakbola adalah ciptaan tertinggi manusia. Jika Eropa mengakomodir sikap fanatisme ini dengan sebuah konstruksi bisnis yang luar biasa maka Indonesia masih meresponnya dengan cara yang relatif primitif. Di Eropa, rasa cinta mereka pada sepakbola dijawab dengan struktur kompetisi yang ketat, model bisnis yang dahsyat sampai berbagai produk turunan yang bermuara pada satu kata, sepakbola. Lihat bagaimana Chelsea memutar bisnisnya, mulai dari hotel, apartemen, kasino, restoran, museum sampai toko merchandise menjadi bagian bisnis miliaran poundsterling milik mereka. Jika Anda memperhatikan bagaimana roda sepakbola Eropa berjalan, Anda tentu akan melihat kenyataan bahwa basis fanatisme ini telah berkembang pesat menjadi sebuah lahan bisnis luar biasa. Saya tentu tidak akan menyalahkan si Presiden partai politik tadi, ia bisa jadi lebih suka main catur daripada sepakbola. Bisa jadi ia tidak pernah berkeliling Indonesia dan melihat keadaan kota yang mendadak bisa sepi saat pertandingan sepakbola berjalan, stadion-stadion yang penuh sesak lengkap dengan segala euforianya, orang-orang yang kemudian menjadi pemimpin sebuah kota hanya karena ia “mendukung” sepakbola sampai perkelahian yang kerap mewarnai para pendukung sepakbola akibat eksistensi mereka dihalangi oleh pendukung tim lawannya. DI BOLAVAGANZA EDISI MEI 2009 Bisa jadi pak Presiden parpol ini merasa bahwa para pendukung sepakbola hanyalah segerombolan pengangguran yang kerjannya hanya berkelahi. Sehingga baginya rumput yang adalah modal awal dari sebuah kompetisi ini dianggap tidak penting karena hanya akan menjadi awal dari kegiatan yang berpotensi kekerasan. Padahal, tanyakan pada para pendukung sepakbola semiskin apapun dia….saya menjamin mereka datang ke stadion tanpa iming-iming lembar rupiah, sebaliknya mereka datang dengan ketulusan mendukung dan berharap timnya mampu memenangkan pertandingan. Dalam skala lebih besar lagi, kita semua datang ke Stadion Bung Karno untuk melihat tim Merah Putih menaklukkan lawannya. Jika benar rumput itu menjadi tidak penting, maka saya percaya bahkan pihak keamananpun akan memiliki cukup nyali untuk terus mengamankan sepakbola. Tanpa rasa was was, pihak keamanan akan melakukan apapun untuk mencegah mereka yang ingin bertindak rusuh karena sepakbola agar bisa mengurungkan niatnya. Jika saja pihak keamanan punya pendapat yang sama dengan si Presiden tadi, saya yakin film saya Romeo Juliet akan tetap tayang di Bandung pada waktunya, karena pihak keamanan tidak akan kehilangan nyalinya pada para perusuh sepakbola itu saat mereka mengancam akan melakukan kekerasan jika film ini tetap tayang pada waktunya.

Dikutip dari : Andibachtiar Yusuf

Ada apa tentang PERSIJA??

Seiring dengan prestasi Persija yg menurun drastis, pertanyaan seperti judul di atas sering banget keluar. ADA APA DENGAN PERSIJA? Buat gw pertanyaan itu ga enak didenger, kalo ga bisa dibilang memuakkan. Terkesan Persija ga mo menang. Terkesan Persija ada masalah interen.

Yang perlu kalian semua tau, kekecewaan gagal meraih Liga Super itu bukan cuma milik suporter. Tapi semua anggota tim Persija amat sangat dilanda kekecewaan. Cuma bedanya suporter kecewa dan menghujat, sementara kami kecewa dan dihujat. Okelah itu merupakan bagian dari resiko kami, dan selama ini kami lebih memilih sikap diam. Tapi lama kelamaan perkembangan yg ada belakangan ini malah tambah ngawur. Ada yg mengkaitkan dengan masalah gajilah. Ada yg bilang soal konflik internlah. Bahkan ada juga yg mengkaitkan dengan sikap manajemen yg kurang merangkul suporter hingga ada tuntutan untuk duduk bersama menyelesaikan masalah yg ada. Klo kalian mo berpikir jernih, ayo kita evaluasi semuanya.

Persija mengakhiri putaran 1 dengan duduk di posisi runner up. Putaran ke 2 kita songsong dengan sikap optimis. Kenapa? Persipura saingan terkuat hanya main di kandang 8x, sementara Persija 9x. Dengan hitungan maen di kandang raih poin penuh, jelas ini satu keuntungan. Persija ketinggalan 4 poin dg Persipura. Kalo semua partai kandang sama2 kita menangin berarti kita ketinggalan 1 poin dr Persipura. Sedangkan prestasi tandang di putaran 1 yg terbaik tu Persija. Jadi wajar dong kalo kita optimis.

Sayang sekali semua itu jadi berantakan total karena tidak diizinkannya Persija maen di kampungnya sendiri. Belakangan daerah laen juga nyusul ada larangan. Dari semua tim Liga Super rasanya hanya Persija yg paling banyak punya utang pertandingan yg belum dimainkan. Hal ini mengakibatkan jadwal Persija paling numpuk di bulan April, Mei dan Juni. Supaya kalian tau semua, tidak ada satupun klub yg mau jadwal kompetisi molor lebih dari bulan Juni. Semua sudah menjerit soal pendanaan.

Mungkin masih banyak yg belum nyambung dengan kondisi ini. Sekarang gw jelasin lebih detail. Lawan Arema dan PSM kita masih maen bagus, cuma dua2nya sial. Yang satu wasitnya yg sial, yg satu nasib kita yg sial (catat: 14 peluang emas yg ga berhasil jadi gol). Selesai lawan PSM, besoknya (tgl 30 april) tim langsung pulang ke Jakarta. Tgl 1 mei latian sore di Jakarta krn nyoba lapangan di Bandung sering diteror. Malem kita berangkat dan langsung istirahat. Besoknya tanding dengan naek truk dan rantis. Malem langsung pulang dan nyampe Jakarta jam 2 pagi. Siangnya kita harus berangkat lagi ke Kediri dan krn kota itu ga punya bandara, tim harus ke Surabaya dulu tuk lanjut naek bus ke Kediri. Nyampe Kediri jam 12 malem. Sorenya nyoba lapangan, besok tanding lagi. Abis tanding besoknya subuh2 dah harus berangkat lagi ke Jakarta. Di Jakarta istirahat cuma 1 hari tuk berangkat lagi menuju Malang.

Nah itu salah satu contoh gimana tim ini cuma bisa latihan seadanya dan waktu istirahatnya lebih banyak dipake tuk perjalanan. Gw sebetulnya dah kasi jadwal kegiatan Persija yg difotokopi di malang waktu tur dipimpin Mardan Gajah Mada. Tapi yg gw denger ada sebagian the jak yg langsung buang2 tu kertas dan bilang “SUPORTER GA PERLU INI”. Sebetulnya gw cuma pengen kalian liat permasalahan sebenernya yg dihadapi tim Persija.

Kegagalan beruntun yg berujung tertutupnya peluang meraih juara, jelas meruntuhkan semangat pemain dan seluruh anggota tim. Kami juga manusia yg punya harapan, dan ketika harapan itu sirna hanya karena hal-hal yg kami rasa tidak adil, wajar kalo timbul kekecewaan yg amat sangat. Tapi Manajemen dan Pelatih terus berusaha memompa semangat para pemain. Sayang the Jakmania sudah terlanjur kecewa dan underestimate dengan tim kesayangannya sendiri. Dan menurut gw, banyak dari the jakmania dengan sangat mudah terpengaruh dengan komentator di TV yg terus mengatakan soal motivasi yg ilang dan mengkaitkan dengan gaji yg belum diterima. Cobalah berpikir dan melihat dengan jernih, Persija selalu punya peluang gol hingga menit2 akhir. Ini bukti klo semua pemain masih trus brusaha tuk menang. Soal gaji? Setelah melawan PSIS tim sudah menerima gaji 3 bulan. Jadi soal apa? Coba liat lagi jadwal Persija! Padatnya jadwal tidak hanya menimbulkan kelelahan tapi juga cederanya beberapa pemain.

Menurut gw dengan kondisi tim yg tengah terpuruk begini, hanya 3 hal yg bisa dilakukan tuk mengobati tim ini :
1. Ada waktu luang sekitar seminggu bagi Persija tuk latihan normal. Selama ini latihan Persija kan cuma rekuperasi (latihan ringan tuk jaga kondisi sehari sesudah pertandingan) dan coba lapangan (pengenalan lapangan dan strategi yg akan dijalankan besoknya). Harusnya ada latihan normal untuk mengembalikan kerjasama antar lini. Sayang ini tidak mungkin terjadi krn jadwal Persija yg luar biasa padat.
2. Kembalikan Persija ke kampungnya sendiri, meski tanpa penonton sekalipun. Maaf bukan berarti mengecilkan peran suporter. Keuntungan maen di kandang tuh dapet dukungan besar dari suporter, lapangan lebih dikenal, keluarga deket, perjalanan ga jauh, waktu latihan lebih banyak, waktu istirahat juga lebih banyak. Nah daripada kita ga dapet semua keuntungan itu mending salah satu kita korbanin. Sayang ini semua juga ga bisa terwujud krn Polisi tetep ga kasi ijin.
3. Tinggal ini harapan gw. Kehadiran sosok Gubernur DKI Yth Bpk Fauzi Bowo. Setidaknya sebagai orang no 1 di Jakarta, kehadiran beliau pasti memberikan motivasi lebih pada para pemain. Tidak masalah beliau dateng mo negur semua tim termasuk gw dan mengkaitkan dengan pendanaan yg begitu besar. Wajar krn dia lah yg menjadi penentu pendanaan tim Persija. Dan gw yakin itu akan melecut kami semua yg ada dlm tim ini. Tapi apa mungkin???

Perlu ditegaskan sekali lagi bahwa gw dan seluruh punggawa Persija tidak alergi dikritik. Silahkan aje kalo kalian mo nanya kondisi tim atau ngasi kritik dan saran. Kadang pendapat orang di luar tim juga bermanfaat. Cuma tolong sampaikan semua itu langsung ke Tim Persija. Mau ke Harianto Bajoeri selaku Manajer silahkan, mo langsung ke gw silahkan, atau mo langsung ke Bang Danur juga silahkan. Kalo the Jakmania nyampeinnya ke media, bukan menyelesaikan masalah malah bikin tambah runyam. Bahasa media kan beda. Buat media bad news is good news , mereka sangat suka dengan manajemen konflik. Bila mereka bisa menimbulkan konflik antara suporter dan manajemen/pelatih nah berita akan semakin seru dan semakin banyak orang tertarik tu baca.

Sekali lagi buat para the Jakmania. Kami semua yg berada dalam tim Persija sangat amat sangat salut pada loyalitas kalian. Dukungan kalian selama ini membuat kami bangga. Bukan hanya kami, bahkan tim lawanpun sering mengungkapkan kecemburuan mereka pada kami melihat dukungan tiada henti yg diberikan oleh the Jakmania. Di sisi lain kami juga merasa malu krn belum bisa memberikan yg terbaik buat kalian. Tapi percayalah, kami sedang berusaha untuk itu. Kami ingin sekali membalas kesetiaan kalian dengan kemenangan demi kemenangan yg akhirnya mendapatkan sebuah gelar pengakuan. Semua itu hanya bisa terwujud bila kita semua saling percaya, kita semua saling mendukung, dan kita semua saling mendoakan. Dan dengan izin ALLAH, kita bisa menggapai apa yg kita inginkan bersama. Terima kasih.

Dikutip dari : bung Ferry Indrasjarief

20 Mei 2009

JADWAL PERSIJA

Tanggal : 21-05-2009. Persijap vs PERSIJA stadion. Gelora Bumi Kartini. Jepara

Tanggal : 24-05-2009. Persita vs PERSIJA stadion. Siliwangi. Bandung


Tanggal : 27-05-2009. PERSIJA vs Deltras stadion. Gajayana. Malang


Tanggal : 02-06-2009. PERSIJA vs Deltras stadion. Gajayana. Malang (COPA)


Tanggal : 06-06-2009. PERSIJA vs Persitara stadion. Gajayana. Malang


Tanggal : 10-06-2009. PERSIJA vs persiBANGSAT stadion. Gajayana. Malang


Tanggal : 14-06-2009. Deltras vs PERSIJA stadion. Delta. Sidoarjo (COPA)


Bagi yang mau ikut tour :
--KTA : Rp. 70.000,- -Non KTA : Rp. 100.000,-

Ayo JAK,kita dukung PERSIJA sampai mati...Tunjukkan bahwa kitalah yang terbaik...Demi sang "MACAN KEMAYORAN"